Music Taidor berasal dari bahasa Portugis, yaitu tangedor, yang artinya kelompok music berdawai. Music tanjidor diperkenalkan oleh bangsa Portugis kepada masyarakat Betawi pada abad ke-19. Waktu itu music tanjidor banyak berkembang di daerah pinggiran Jakarta, seperti Citaerup, Cibinong, Depok dan Parung. Sebagian besar permainnya adalah para petani di daerah tersebut.
Awalnya music tanjidor dimainkan untuk menghibur tamu-tamu para tuan tanah dan bangsawan. Dalam perkembangannya music tanjidor dimainkan pada saar arak-arak pengantin sunat, pengiring paawai, malam tahun baru dan sebagainya.
Para pemain music tanjidor juga suka mengamen ke rumah-rumah penduduk untuk mendapatkan tambahan uang kegiatan mengamen ini semakin marak pada saat perayaan tahun baru Cina atau Imlek.
Music tanjidor biasanya dimainkan paling sedikit oleh tujuh orang. Alat music tanjidor terdiri atas alat music tiup seperti clarinet, trombone, dan piston. Selain alat music tiup ada juga alat music yang dimainkan dengan cara dipukul antara lain snar drum, tenor drum, bas drum, dan gendering atau tambur. Alat music pelengkap yang digunakan dalam orkes tanjidor adalah ring bells, biola, dan sebagainya.
Mulanya kelompok musik tanjidor dimainkan lagu-lagu asing yang oleh penduduk setempat judulnya diganti menjadi Batalion, Kramton, Bananas, Delsi, Was Tak Tak, Cakranegara, dan Walnes. Pada perkembangannya, kelompok musik tanjidor pun mulai memainkan lagu-lagu khas Betawi seperti : Surilang, Jali-jali, Cente Manis, Kranat Karem, Sirih Kuning, dan Merpati putih.
Pada zaman sekarang, musik tanjidor sudah jarang dimainkan oleh masyarakat Betawi. Para pemain yang tersisapun usianya sudah tua. Saat ini ada beberapa kelompok musik tanjidor yang masih bertahan di beberapa daerah di Jakarta seperti : di Cijantung dengan pimpinan Kong Nyaat, di Kalisari yang dipimpin oleh Kong Nawin dan lain-lain.
Genarsi muda Betawi sudah tidak banyak yang mau memainkan musik tanjidor. Selain karena sulit dan perlu kesabaran untuk mempelajarinya, musik tanjidor juga dianggap tidak dapat menghasilkan uang banyak. Generasi muda Betawi saat ini lebih tertarik mempelajari dan memainkan musik-musik modern.
Referensi : Buku PLBJ Penerbit Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar