Selasa, 10 Juli 2012

HUKUM PERIKATAN



Definisi
Perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak dalam harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya wajib memenuhi prestasi itu.

Dari rumus diatas kita lihat bahwa unsur-unsur perikatan ada empat, yaitu :
a.     Hubungan hukum ;
b.     Kekayaan ;
c.     Pihak-pihak, dan
d.     Prestasi.
Apakah maksudnya? Maksudnya ialah terhadap hubungan yang terjadi dalam lalu lintas masyarakat, hukum meletakkan “hak” pada satu pihak dan meletakkan “kewajiban” pada pihak lainnya.

Sumber Hukum Perikatan
Sumber hukum perikatan adalah sebagai berikut :
1.      Perjanjian ;
2.      Undang-undang, yang dapat dibedakan dalam Undang-undang semata-mata; Undang-undang karena perbuatan manusia yang Halal ; Melawan hukum;
3.      Jurisprudensi;
4.      Hukum tertulis dan tidak tertulis;
5.      Ilmu pengetahuan hukum.




Jenis Perikatan
perikatan dibedakan dalam berbagai-bagai jenis :
1.      Dilihat dari objeknya
  1. Perikatan untuk memberikan sesuatu;
  2. Perikatan untuk berbuat sesuatu;
  3. Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu.
Perikatan untuk memberi sesuatu (geven) dan untuk berbuat sesuatu (doen) dinamakan perikatan positif dan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu (niet doen)dinamakan perikatan negatif;
  1. perikatan mana suka (alternatif);
  2. perikatan fakultatif;
  3. perikatan generik dan spesifik;
  4. perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi (deelbaar dan ondeelbaar);
  5. perikatan yang sepintas lalu dan terus-menerus (voorbijgaande dan voortdurende).

2.      Dilihat dari subjeknya, maka dapat dibedakan
  1. perikatan tanggung-menanggung (hoofdelijk atau solidair) ;
  2. perikatan pokok dan tambahan ( principale dan accessoir) ;

3.      Dilihat dari daya kerjanya, maka dapat dibedakan:
  1. perikatan dengan ketetapan waktu;
  2. perikatan bersyarat.

Apabila diatas kita berhadapan dengan berbagai jenis perikatan sebagaimana yang dikenal Ilmu Hukum perdata, maka undang-undang membedakan jenis perikatan sebagai berikut:
1)     Perikatan untuk memberi sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu;
2)     Perikatan bersyarat; Perikatan dengan ketetapan waktu;
3)     Perikatan mana suka (alternatif);
4)     Perikatan tanggung-menanggung (hoofdelijk, solidair);
5)     Perikatan dengan ancaman hukuman.

Perikatan Untuk Berbuat Sesuatu atau Tidak Berbuat Sesuatu “ Apabila yang berhutang tidak memenuhi kewajibannya didalam perikatan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu, maka diselesaikan dengan memberikan ganti rugi berupa biaya dan bunga” (pasal 1239 KUH Perdata).

Dalam pada itu, yang berpiutang berhak menuntut penghapusan segala sesuatu yang dibuat berlawanan dengan perikatan, dan ia boleh meminta supaya dikuasakan kepada hakim agar menghapus segala sesuatu yang telah dibuat tadi diatas biaya yang berutang, dengan tidak mengurangi hak penggantian biaya rugi dan bunga jika ada alasan untuk itu ( pasal 1240 KUHPerdata). Ketentuan ini mengandung pedoman untuk melakukan eksekusi riel pada perjanjian agar tidak berbuat sesuatu.

Ada kemungkinan bahwa ingkar janji itu bukan kesalahan debitur, tetapi keadaan memaksa (force mayeur) bagaimana ganti rugi itu diselesaikan oleh ajaran resiko. Pedoman-pedoman yang diberikan Undang-undang jika terjadi keadaan memaksa adalah sebagai berikut :
1.      “dalam perikatan untuk memberikan sesuatu tertentu, sejak perikatan akhir benda itu atas tanggungan kreditur. Jika debitur lalai menyerahkannya, sejak kelalaian itu benda tersebut menjadi tanggungan debitur” ( pasal 1237 KUHPerdata).
2.      “debitur tidak membayar ganti rugi, jika ia berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, karena adanya keadaan memaksa” (pasal 1245 KUHPerdata).
3.      “jika benda yang dijual berupa barang sudah ditentukan maka walaupun penyerahannya belum dilakukan sejak saat pemberian tanggung jawab ada pada debitur” (pasal 1460 KUHPerdata
4.      “ debitur dibebaskan dari perikatan, jika sebelum ia lalai menyerahkan benda, benda itu musnah atau hilang “ (pasal 1444 KUHPerdata).

Perikatan Bersyarat
“ Perikatan adalah bersyarat jika digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut” (pasal 1253 KUH Perdata). Perikatan bersyarat dilawankan dengan perikatan murni yaitu perikatan yang tidak mengandung suatu syarat.

Suatu syarat harus tegas dicantumkan dalam perikatan. Undang-undang menentukan
syarat-syarat yang tidak boleh dicantumkan dalam suatu perikatan, yaitu:
a)    bertujuan melakukan sesuatu yang
b)     tidak mungkin dilaksanakan ;
c)    bertentangan dengan kesusilaan ; dilarang undang-undang ;
d)    pelaksanaannya tergantung dari kemauan orang terikat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar