Definisi
Perikatan adalah hubungan
yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak dalam harta kekayaan,
dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya wajib
memenuhi prestasi itu.
Dari rumus diatas kita lihat
bahwa unsur-unsur perikatan ada empat, yaitu :
a. Hubungan hukum ;
b. Kekayaan ;
c. Pihak-pihak, dan
d. Prestasi.
Apakah
maksudnya? Maksudnya ialah terhadap hubungan yang terjadi dalam lalu lintas
masyarakat, hukum meletakkan “hak” pada satu pihak dan meletakkan “kewajiban”
pada pihak lainnya.
Sumber
Hukum Perikatan
Sumber hukum perikatan adalah
sebagai berikut :
1. Perjanjian ;
2. Undang-undang, yang dapat
dibedakan dalam Undang-undang semata-mata; Undang-undang karena perbuatan
manusia yang Halal ; Melawan hukum;
3. Jurisprudensi;
4. Hukum tertulis dan tidak
tertulis;
5. Ilmu pengetahuan hukum.
Jenis
Perikatan
perikatan dibedakan dalam
berbagai-bagai jenis :
1. Dilihat dari objeknya
- Perikatan
untuk memberikan sesuatu;
- Perikatan
untuk berbuat sesuatu;
- Perikatan
untuk tidak berbuat sesuatu.
Perikatan
untuk memberi sesuatu (geven) dan untuk berbuat sesuatu (doen) dinamakan
perikatan positif dan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu (niet doen)dinamakan
perikatan negatif;
- perikatan
mana suka (alternatif);
- perikatan
fakultatif;
- perikatan
generik dan spesifik;
- perikatan
yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi (deelbaar dan ondeelbaar);
- perikatan
yang sepintas lalu dan terus-menerus (voorbijgaande dan voortdurende).
2. Dilihat dari subjeknya, maka
dapat dibedakan
- perikatan
tanggung-menanggung (hoofdelijk atau solidair) ;
- perikatan
pokok dan tambahan ( principale dan accessoir) ;
3. Dilihat dari daya kerjanya,
maka dapat dibedakan:
- perikatan
dengan ketetapan waktu;
- perikatan
bersyarat.
Apabila diatas kita
berhadapan dengan berbagai jenis perikatan sebagaimana yang dikenal Ilmu Hukum
perdata, maka undang-undang membedakan jenis perikatan sebagai berikut:
1) Perikatan untuk memberi
sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu;
2) Perikatan bersyarat; Perikatan
dengan ketetapan waktu;
3) Perikatan mana suka
(alternatif);
4) Perikatan tanggung-menanggung
(hoofdelijk, solidair);
5) Perikatan dengan ancaman
hukuman.
Perikatan Untuk Berbuat
Sesuatu atau Tidak Berbuat Sesuatu “ Apabila yang berhutang tidak memenuhi kewajibannya
didalam perikatan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu, maka
diselesaikan dengan memberikan ganti rugi berupa biaya dan bunga” (pasal 1239
KUH Perdata).
Dalam pada itu, yang
berpiutang berhak menuntut penghapusan segala sesuatu yang dibuat berlawanan
dengan perikatan, dan ia boleh meminta supaya dikuasakan kepada hakim agar
menghapus segala sesuatu yang telah dibuat tadi diatas biaya yang berutang,
dengan tidak mengurangi hak penggantian biaya rugi dan bunga jika ada alasan
untuk itu ( pasal 1240 KUHPerdata). Ketentuan ini mengandung pedoman untuk
melakukan eksekusi riel pada perjanjian agar tidak berbuat sesuatu.
Ada kemungkinan bahwa ingkar
janji itu bukan kesalahan debitur, tetapi keadaan memaksa (force mayeur)
bagaimana ganti rugi itu diselesaikan oleh ajaran resiko. Pedoman-pedoman yang
diberikan Undang-undang jika terjadi keadaan memaksa adalah sebagai berikut :
1. “dalam perikatan untuk
memberikan sesuatu tertentu, sejak perikatan akhir benda itu atas tanggungan
kreditur. Jika debitur lalai menyerahkannya, sejak kelalaian itu benda tersebut
menjadi tanggungan debitur” ( pasal 1237 KUHPerdata).
2. “debitur tidak membayar ganti
rugi, jika ia berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan,
karena adanya keadaan memaksa” (pasal 1245 KUHPerdata).
3. “jika benda yang dijual
berupa barang sudah ditentukan maka walaupun penyerahannya belum dilakukan
sejak saat pemberian tanggung jawab ada pada debitur” (pasal 1460 KUHPerdata
4. “ debitur dibebaskan dari
perikatan, jika sebelum ia lalai menyerahkan benda, benda itu musnah atau
hilang “ (pasal 1444 KUHPerdata).
Perikatan Bersyarat
“ Perikatan adalah bersyarat
jika digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum
tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya
peristiwa semacam itu menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut”
(pasal 1253 KUH Perdata). Perikatan bersyarat dilawankan dengan perikatan murni
yaitu perikatan yang tidak mengandung suatu syarat.
Suatu syarat harus tegas
dicantumkan dalam perikatan. Undang-undang menentukan
syarat-syarat yang tidak
boleh dicantumkan dalam suatu perikatan, yaitu:
a) bertujuan melakukan sesuatu
yang
b) tidak mungkin dilaksanakan ;
c) bertentangan dengan
kesusilaan ; dilarang undang-undang ;
d) pelaksanaannya tergantung
dari kemauan orang terikat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar