Kedatangan musim penghujan seperti sekarang ini, sering disambut gembira sekaligus was-was. Disambut gembira lantaran dengan datangnya musim penghujan, para petani bisa bercocok tanam sementara daerah yang dilanda krisis air bisa segera teratasi. Tidak hanya itu, cobalah di musim penghujan ini anda berjalan-jalan ke daerah-daerah pegunungan kidul (Gunung Kidul), sejauh mata memandang yang tampak hanya kehijauan terhampar. Panorama ini laksana zamrut yang menyejukkan hati dan pandangan.
Musim penghujan juga disambut dengan kekhawatiran atau was-was, lantaran ketakutan akan berbagai bencana; misalnya banjir, tanah longsor, angin ribut/puting-beliung dan sebagainya. Belum lama ini, masyarakat kita baru saja keluar dari keprihatinan lantaran banjir besar yang menenggelamkan sebagian pulau jawa. Banjir ini disebabkan oleh meluapnya bengawan solo, yang tidak mampu menampung tingginya curah hujan.
Selain berbagai bencana yang sudah disebutkan, yang paling ditakutkan oleh masyarakat kita adalah serangan penyakit demam berdarah. Penyakit ini merupakan penyakit yang amat berbahaya, dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu relatif singkat. Penyakit ini juga termasuk jenis penyakit febril akut yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi-silang dan wabah yang disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi.
Penyakit demam berdarah ini disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes aegypti. Virus memasuki tubuh manusia lewat gigitan nyamuk yang menembus kulit. Empat hari kemudian virus akan mereplikasi dirinya secara cepat. Apabila jumlahnya sudah cukup, virus akan memasuki sirkulasi darah dan saat itulah manusia yang terinfeksi akan mengalami gejala panas. Tapi, reaksi tubuh manusia terhadap virus ini dapat berbeda.
Perbedaan reaksi ini juga akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis dan perjalanan penyakit. Bentuk reaksi tubuh manusia terhadap keberadaan virus dengue itu diantaranya: pertama, terjadi netralisasi virus, disusul dengan mengendapnya bentuk netralisasi virus pada pembuluh darah kecil di kulit berupa gejala ruam (rash).
Kedua,terjadi gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari penurunan jumlah dan kualitas komponen-komponen beku darah yang menimbulkan manifestasi perdarahan. Ketiga, terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya komponen plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah menuju ke rongga perut berupa gejala ascites dan rongga selaput paru berupa gejala efusi pleura. Jika tubuh manusia hanya memberi reaksi pertama dan kedua, orang itu akan menderita demam dengue. Sementara, jika ketiga reaksi terjadi, orang itu akan mengalami DBD dengue.
Nyamuk Aedes aegypti betina memilih korbannya tanpa pandang bulu. Nyamuk tersebut menyerang semua umur baik anak-anak maupun orang dewasa. Jika dilihat historisitasnya, penyakit ini pertama kali menimbulkan wabah yang amat mengerikan pada tahun 1780 secara bersamaan di Asia, Afrika dan Amerika Utara. Baru pada tahun 1779, penyakit ini dapat diidentifikasi dan diberi nama.
Selanjutnya, pada tahun 1950 hingga 1975 wabah besar demam berdarah kembali terjadi, dan menjadi penyebab kematian utama anak-anak di daerah tersebut. Di Indonesia, jumlah penderita DBD mencapai 71.776 orang dengan kematian 2.441 jiwa (CFR = 3,4 persen). Sementara itu, jumlah korban penderita DBD 1999 sebanyak 21.134 orang, 2000 (33.443), 2001 (45.904), 2002 (40.377) dan 2003 (50.131) (Tempo interaktif, 26/3/2004)
Terapi bagi penderita demam berdarah bisa dilakukan dengan terapi suportif. Sang pasien disarankan untuk menjaga penyerapan makanan, terutama dalam bentuk cairan. Jika hal itu tidak dapat dilakukan, penambahan dengan cairan intravena mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan.
Transfusi platelet dilakukan jika jumlah platelet menurun drastis. Selain itu ada pengobatan alternatif yang sudah dikenal masyarakat kita yaitu dengan meminum jus jambu biji bangkok, meskipun khasiatnya belum pernah dibuktikan secara medik. Meski demikian, kombinasi antara manajemen secara medik dan alternatif tetap harus dipertimbangkan.
Penyakit demam berdarah sebenarnya bisa diputus mata rantainya hanya dengan cara yang mudah dan sederhana. Apalagi, dengan jumlah penduduk yang cukup besar masyarakat bisa saling tolong-menolong dan bergotong royong membersihkan lingkungan.
Bayangkan, hanya dengan langkah sederhana: pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang dilakukan dengan kegiatan 3M, rantai penularan aedes aegypti sebagai penyebab DBD dapat diputus. Sangat disayangkan jika penyakit demam berdarah ini kejadiannya dari waktu ke waktu hanya karena ketidaktahuan masyarakat, sehingga mereka tidak ”siap siaga” menghadapi ancaman penyakit yang setiap saat ada di hadapan kita.
Referensi :
Jurnalnet.com (Jogja): Judul Buku : Demam Berdarah Dengue
http://agus82.wordpress.com/2008/01/24/menyiasati-penyakit-demam-berdarah/